Rabu, 03 Maret 2010

Sutan Syahrir Dalam Kenangan

Deskripsi :


Nama : Tunggul Putro Aji

NPM : 17108352

Kelas : 3KA17

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 1

Nama Tugas : Soft Skill Bahasa Indonesia, Tulisan 02

Judul : Sutan Syahrir Dalam Kenangan

Dosen Pengampu : ANA KURNIAWATI, ST ., MMSI


Sub Tulisan :

A. Riwayat Hidup Sutan Syahrir

B. Karya

C. Penutup

D. Sumber Materi



SUTAN SYAHRIR DALAM KENANGAN





A. Riwayat Hidup Sutan Syahrir


Seperti yang sudah kita ketahui Sutan Syahrir merupakan salah satu tokoh kunci dalam pergerakan nasionalis di Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.


Sutan Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad dan Puti Siti Rabiah pada tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sutan Syahrir memulai pendidikannya di sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan. Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya di MULO pada tahun 1926 dia kemudian masuk ke sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung. Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Theater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario dan juga sebagai seorang aktor. Hasil dari mentas pada waktu itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat).


Pada tahun 1929 Syahrir muda melanjutkan pendidikannya di fakultas hukum di Leiden University, Amsterdam, Belanda. Di sana, Syahrir mendalami Sosialisme, dan tergabung dalam beberapa partai pekerja dimana dia bekerja untuk mendukung eksistensi dirinya. Pada tahun 1930 Syahrir juga tercatat aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) sebuah organisasi pelajar Indonesia di Belanda yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Berdua mereka saling bahu-membahu dalam mengobarkan semangat para pemuda untuk tetap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.


Di pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional tanpa menyelesaikan studi hukum yang ia tekuni di Belanda. Syahrir kemudian bergabung dengan organisasi Pendidikan Nasionalis Indonesia (PNI Baru), yang pada bulan juni 1932 diketuainya. Pada bulan Mei 1933, Syahrir didaulat sebagai ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.


Kecemasan yang memuncak pemerintah kolonial Belanda akan potensi revolusioner PNI Baru maka pada bulan Februari 1934 Syahrir bersama Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru di tangkap dan di penjarakan di Boven Digul selama setahun, lalu kemudian Syahrir dan Hatta dipindahkan ke Banda untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun dan terakhir pada tahun 1941 Syahrir di asingkan di Sukabumi. Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia ruang lingkup publik dan kebebasan Syahrir dibatasi, yang membuatnya kerap sakit-sakitan dan mengidap penyakit tuberculosis.


Pasca kemerdekaan Indonesia pada 14 November 1945, Syahrir dengan didukung para pemuda kemudian di tunjuk sebagai Perdana Menteri Indonesia yang pertama oleh Presiden Sukarno dalam usia 36 tahun, yang menjadikan sebagai Perdana Menteri termuda di dunia dan menjabat sampai 20 Juni 1947. Syahrir juga merangkap jabatan sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.


Pada tahun 1948 Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang walaupun kecil namun cukup berpengaruh pada awal-awal era kemerdekaan, dikarenakan kepiawaian dan latar belakang pendidikan dari pemimpinnya. Namun pada tahun 1955 Partai Sosialis Indonesia yang di pimpinnya berperforma buruk yang berakibat kegagalan dalam pengumpulan suara pada pemilihan umum pertama di Indonesia. Setelah Kasus PRRI pada tahun 1958, hubungan Sutan Syahrir dan Presiden Sukarno memburuk yang berujung pada pembubaran Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1962 hingga 1965, Sjahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili hingga ia menderita penyakit stroke. Syahrir tutup usia Pada tanggal 9 April 1966 dalam usia 57 tahun di Zurich, Switzerland, dalam masa pengasingannya sebagai tawanan politik dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.



B. Karya


  1. Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940)
  2. Pergerakan Sekerja, tahun 1933
  3. Perjuangan Kita, tahun 1945
  4. Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara Cipinang dan tempat pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938).
  5. Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Indonesische Overpeinzingen oleh HB Yassin)
  6. Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan Sjahrir)
  7. Renungan dan Perjuangan, tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari Indonesische Overpeinzingen dan Bagian II Out of Exile)
  8. Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952 – 1953)
  9. Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953)
  10. Karangan–karangan dalam "Sikap", "Suara Sosialis" dan majalah–majalah lain
  11. Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas)


C. Penutup


Walaupun semasa hidup syahrir begitu mengagumi prinsip-prinsip Sosialisme, namun ia sangat menentang system kenegaraan Uni Soviet. Karena menurutnya pengertian sesungguhnya dari Sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung tinggi persamaan derajat tiap manusia.


Terlepas dari segala kontroversi semasa hidupnya Sutan Syahrir tetaplah merupakan salah seorang ahli dalam bidang diplomasi yang pernah dimiliki Indonesia dan Salah satu tokoh yang berjasa dalam kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang kita cintai.


Dengan ini saya sebagai pribadi menghimbau agar, apapun paham dari luar yang kita kagumi, bahwasanya kita harus tetap berpegang teguh pada ajaran agama masing-masing dan tetap menjunjung teguh nilai-nilai prinsip kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan kata lain “Pengaruh yang baik dari sebuah paham atau ajaran boleh kita simpan namun pengaruh yang buruknya harus kita buang jauh-jauh”.



D. Sumber Materi


1. http://www.sutansjahrir.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5&Itemid=6]

2. ^ Sinar Harapan Online, 24 Agustus 2005, Tanggapan untuk Bung Marzuki Usman (1), Bangsa yang Kurang Pandai Berterima Kasih?

3. ^ Robert Cribb, Audrey Kahin Historical Dictionary of Indonesia, Metuchen, N.J.: Scarecrow Press, 1992

4. Legge, J.D. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan. Peranan Kelompok Sjahrir. Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1993

5. Lampau dan Datang. Pidato Mohammad Hatta pada penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, 1956

6. Mangunwijaya, Y.B. Dilema Sutan Sjahrir: Antara Pemikir dan Politikus. Prisma, Agustus 1977.

7. Mengenang Sjahrir, disunting oleh H. Rosihan Anwar. Jakarta, Gramedia, 1980.

8. Rudolf Mrazek. Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1996.

9. http://id.wikipedia.org/wiki/Sjahrir

10. http://images.google.co.id/imglanding?q=sutan%20syahrir&imgurl=http://i251.photobucket.com/albums/gg286/b1lly08/foto%2520sumbar/syahrir.jpg&imgrefurl=http://203.190.241.95/showthread.php%3Ft%3D37865&usg=__yCZuKw4uvm28bIjpmUR_xaaXNHY=&h=148&w=120&sz=3&hl=id&itbs=1&tbnid=dgcfdEE4EVU4HM:&tbnh=95&tbnw=77&prev=/images%3Fq%3Dsutan%2Bsyahrir%26start%3D20%26hl%3Did%26sa%3DN%26gbv%3D2%26ndsp%3D20%26tbs%3Disch:1&start=30&sa=N&gbv=2&ndsp=20&tbs=isch:1#tbnid=dgcfdEE4EVU4HM&start=34



Tidak ada komentar:

Posting Komentar